Mengenal "Omnibus Law" yang Akan Dibahas Pemerintah dan DPR
https://pixabay.com |
Presiden Joko Widodo berencana
mengajukan omnibus law ke Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR) bulan depan.
Pemerintah berharap dengan pembahasan omnibus law yang semakin cepat, dapat
memberikan kepastian yang lebih baik terhadap iklim bisnis.
"Kami harapkan
dengan undang-undang baru (omnibus law), kecepatan tindakan kita di lapangan
akan kelihatan cepat dan tidaknya," ujar Jokowi dalam pidato di Kompas 100
CEO Forum di Hotel Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta, Kamis (28/11/2019).
"Tapi masih tergantung kepada persetujuan
DPR kita. Kalau disetujui saya yakin akan ada perubahan yang besar dari
regulasi yang kita miliki," kata Jokowi.
Lantas, apa sebenarnya
omnibus law? Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Rizky Argama
mengatakan, pada dasarnya omnibus law merupakan salah satu metode pembentukan
undang-undang yang mengatur materi multisektor. Selain itu, UU ini juga mampu
merevisi hingga mencabut ketentuan yang ada di dalam UU lain. Menurut dia,
sejumlah negara sudah menerapkan omnibus law sebagai strategis untuk
menyelesaikan persoalan regulasi yang berbelit dan tumpang tindih.
"Sebagai sebuah
metode, pendekatan omnibus law berpeluang mengabaikan prinsip-prinsip penting
dalam pembentukan undang-undang," ujar Rizky, melalui keterangan tertulis,
Selasa (26/11/2019).
Sementara itu, pakar hukum
tata negara, Bivitri Savitri menilai, UU ini dibuat untuk menyasar isu besar
yang ada di sebuah negara. Salah satu caranya yakni dengan merampingkan
regulasi dari sisi jumlah dan menyederhanakan peraturan agar lebih tepat
sasaran.
"Idealnya bukan cuma
penyederhanaan dari segi jumlah, tapi juga dari segi konsistensi dan kerapihan
pengaturan. Jadi bisa prosedur juga lebih bisa sederhana dan tepat sasaran,
idealnya ya," kata Bivitri saat dihubungi Kompas.com pada 21 Oktober lalu.
Perlu kehati-hatian
Indonesia sebelumnya belum
pernah menerapkan omnibus law. Oleh karena itu, terobosan ini akan sangat
menantang bila diterapkan di Tanah Air. Secara umum, Bivitri mengatakan, proses
pembuatan omnibus law tidak memiliki perbedaan dengan pembuatan UU lain yang
pada umumnya. Hanya pada prosesnya tentu tidaklah mudah. Pasalnya, banyak hal
yang nantinya akan dibahas di dalam UU ini.
"Prosesnya ya seperti
biasa saja bikin UU. Hanya nanti UU-nya isinya tegas mencabut atau mengubah
beberapa UU yang terkait. Jadi butuh negosiasi dengan fraksi-fraksi di DPR nantinya,”
kata dia.
"Prosesnya tidak
mudah secara politik, karena masih asing buat politisi. Mungkin DPR belum punya
kemampuan dan dukungan teknis yang dibutuhkan untuk membahas model UU seperti
ini karena baru. Ya, lebih challenging," tutur Bivitri
Sementara itu, Rizky
mengingatkan, pemerintah dan DPR harus patuh terhadap asas-asas pembentukan
peraturan perundang-undangan baik secara substansi maupun prosedur formal,
sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah dalam UU Nomor 15 Tahun 2019.
Ia menambahkan, pemerintah
dan DPR juga perlu membuka partisipasi publik seluas-luasnya serta kelompok
terdampak dalam setiap tahap pembahasan peraturan, dan tidak melakukan
pembahasan tertutup yang hanya melibatkan segelintir elite.
Selain itu, ia mengatakan,
pembahasan harus dilakukan secara transparan dan akuntabel melalui penyediaan
data dan informasi yang mudah diakses pada setiap tahap pembentukan UU.
"Berikutnya,
mengedepankan prinsip yang menopang demokrasi, seperti perlindungan hak asasi
manusia, antikorupsi, keberpihakan terhadap kelompok rentan, dan pelestarian
lingkungan hidup dalam setiap tahap pembentukan undang-undang," kata dia.
Terakhir, lanjut Rizky,
menempatkan pendekatan omnibus law sebagai cara membenahi regulasi secara
menyeluruh dan tidak semata-mata bertujuan tunggal dalam rangka mempermudah
investasi yang berpotensi mengabaikan kepentingan masyarakat.
Sisir
Sejauh ini, pemerintah
telah menyisir 74 undang-undang yang akan terkena dampak omnibus law. Menurut
Presiden Jokowi, bila pemerintah hanya menyisir UU satu per satu untuk kemudian
diajukan revisi ke DPR, maka proses dapat memakan waktu hingga lebih dari 50
tahun.
Oleh karena itu, Presiden
berharap, agar DPR dapat dapat mendukung pemerintah dalam mewujudkan rencana
ini.
"Nah ini mohon didukung, jangan dilama-lamain, jangan
disulit-sulitin. Karena, ini sekali lagi untuk cipta lapangan kerja," kata
Presiden, seperti dilansir dari laman Setkab.go.id, Jumat (29/11/2019).
"Ada 74 UU sudah kita teliti satu
persatu, kita gabungkan dan kita mintakan nanti untuk direvisi secara berbarengan,
bersama-sama," ujar dia.
Sementara itu, Ketua DPR
Puan Maharani menyatakan, parlemen tak ingin terburu-buru dalam membahas
rancangan omnibus law yang akan diajukan pemerintah. Pasalnya, setiap rancangan
aturan yang akan dibahas perlu memiliki kajian yang mendalam. Selain itu, DPR
dan pemerintah harus melibatkan masukan dari banyak pihak guna memastikan
rancangan omnibus law itu sesuai harapan semua pihak.
"Sehingga tidak akan terjadi
miskomunikasi. Jadi ada kajian mendalam terlebih dahulu untuk membuat suatu
omnibus law. Sekarang ini omnibus law yang akan disampaikan oleh pemerintah
adalah terkait cipta kerja," kata Puan di Menara Kadin, Jakarta, Kamis
(21/11/2019).
"Dari 74 undang-undang
yang ada nantinya akan disatukan jadi satu undang-undang. Namun mana saja yang
akan dibahas itu kami masih menunggu pembahasan yang dilakukan antara
pemerintah dengan yang di DPR," ucap dia.
Sumber: Kompas.com
(Penulis : Dylan Aprialdo Rachman, Luthfia Ayu Azanella, Rakhmat Nur Hakim)
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/29/13511951/mengenal-omnibus-law-yang-akan-dibahas-pemerintah-dan-dpr?page=all
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/29/13511951/mengenal-omnibus-law-yang-akan-dibahas-pemerintah-dan-dpr?page=all
0 Response to "Mengenal "Omnibus Law" yang Akan Dibahas Pemerintah dan DPR"
Posting Komentar